Oleh Pdt. Supriatno
Bahan Kisah Para Rasul 27: 23-24
Selamat pagi, selamat menyonsong hari baru, bapak-ibu, opa-oma, mas-mbak yang baik dan dikasihi Allah. Puji syukur dan terima kasih yang tulus kepada Tuhan, Allah kita. Kita masih diberi kepercayaan untuk menikmati kasih-Nya di hari baru ini.
Firman Tuhan hari ini, ”tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milik-Nya, berdiri di sisiku, (24) dan ia berkata: Jangan takut, Paulus! Engkau harus menghadap Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua orang yang ada bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena engkau.”
Kisah Para Rasul 27: 23-24
Saudaraku, apakah Anda sekalian pernah punya pengalaman naik kapal laut? Khususnya, naik kapal laut di lautan bebas menuju suatu kota atau pulau tertentu. Jika pernah, Anda tentu bisa merasakan pengalaman naik kapal itu dan membayangkannya. Kapal itu berjalan membelah laut dan membawa Anda dan penumpang lain menuju tempat tujuan. Saat laut tenang dan angin berhembus sepoi-sepoi, sungguh perjalanan naik kapal itu bisa sangat menyenangkan. Kita bisa menikmati laut biru yang bening. Melihat matahari terbenam. Dan menonton burung-burung camar yang terbang kesana kemari. Beruntung, bila bisa melihat ikan-ikan lumba berenang. Suatu pemandangan atraktif.
Sebaliknya, saat kita naik kapal dalam cuaca buruk, angin bertiup kencang disertai hujan lebat, ombak dan gelombang besar menerpa kapal serta udara sekeliling kapal gelap sekali. Saya yakin, perjalanan itu menjadi perjalanan yang menakutkan. Semua hati para penumpang merasa ciut ketakutan. Orang bisa tak putus-putus berdoa kepada Allah agar cuaca buruk cepat berubah. Semua berdoa supaya kapal bisa berlayar dengan aman.
Saudaraku, seperti itulah situasi kapal yang ditumpangi rasul Paulus menuju ke kota Roma. Nah, di tengah perjalanan itulah, kapal yang ditumpanginya diterpa ombak besar, angin puting-beliung. Saking besarnya ombak, sehingga kapal yang ditumpangi rasul Paulus diombang-ambing. Jelas, para penumpang jantungnya berdebar cepat. Hatinya gelisah. Dan bertanya-tanya, apakah mereka dapat tiba di kota Roma?
Saudaraku, angin dan ombak mempunyai kekuatan besar. Alam mempermainkan kapal dan seluruh penumpangnya. Kru dan seluruh penumpang tidak bisa berbuat apa-apa. Kapal tidak bisa dikendalikan. Akhirnya, kapal itu kandas. Kapal menabrak karang. Perjalanan terhenti. Putuslah harapan bisa selamat. Tubuh mereka lemah, selemah harapan hidup mereka. Maklum berhari-hari kapal itu terguncang dan mereka tidak bisa menyantap makanan sama sekali.
Di tengah suasana hati yang putus harapan, tampillah rasul Paulus. Dia berkata seperti firman Tuhan yang kita kutip tadi. Rasul Paulus menyatakan kapal mereka akan binasa. Tapi, hanya kapal itu saja yang binasa. Sedangkan seluruh penumpang lain akan selamat.
Rasul Paulus meyakinkan dan menjanjikan bahwa mereka semua akan selamat. Hal itu berdasarkan komunikasinya dengan malaikat. Malaikat sebagai utusan Allah menyatakan bahwa karena ada rasul Paulus di kapal itu, mereka beroleh karunia Allah. Allah akan menyelamatkan mereka. Jadi, karena faktor ada orang beriman di kapal itu. Rasul Paulus satu-satu orang beriman di atas kapal itu. Sehingga tidak ada satupun yang binasa.
Saudaraku, hidup itu kerap diumpamakan seperti perjalanan menggunakan perahu. Artinya, hidup kita bisa saja berlayar di laut yang tenang, tapi bisa juga diterpa ombak kehidupan yang keras. Gelombang hidup tidak kalah berat dan ganas dibanding gelombang lautan. Dan gelombang hidup itu juga menimbulkan rasa takut, cemas dan membuat kehilangan harapan. Saat kita mendapat hantaman gelombang hidup, kita pun bertanya, “apakah kita bisa bertahan?”
Saudaraku, gelombang hidup bisa macam-macam, bisa berbentuk: kesulitan ekonomi yang parah, sakit yang berkepanjangan, pudarnya kesetiaan atas perkawinan, anak yang terjerat narkoba, anak yang melupakan orang tua, menganggur tanpa penghasilan pasti, konflik tak kunjung rukun antar saudara, dikhianati kekasih, dicurangi mitra usaha, pertarungan keras mempertahankan jabatan, dan masih banyak lagi. Kita mengalami itu sebagai ombak besar kehidupan. Pengalaman yang melemahkan semangat hidup.
Tengoklah, firman tadi. Selama ada yang beriman di tengah keluarga kita, di tengah perkawinan kita, di tengah Jemaat kita, kita punya pengharapan dan optimisme. Kita dikuatkan. Hidup kita tidak tenggelam. Allah sendiri yang melakukannya. Allah hadir lantaran ada orang beriman. Karena itu, orang beriman perlu ada dan harus ada. Itulah modal kita. Tanpa ada orang beriman di tengah keluarga kita, masyarakat kita dan bangsa kita, ganasnya ombak kehidupan bisa menenggelamkan perahu kita. Kita bisa binasa. Syukurlah, Allah sahabat orang beriman dan Allah selalu dekat dengannya. Semoga orang beriman itu adalah Anda, saya dan kita.
Kita berdoa, Tuhan Yang Maha Kuasa, lindungilah perahu kehidupan kami. Supaya kami terus berlayar bersama Tuhan menuju kota tujuan kehidupan.
Kami berdoa buat opa- oma yang sakit sudah lama dan para lansia. Kiranya Tuhan selalu di sisi mereka. Memberi suka cita dan kesabaran menjalani hidup ini. Kiranya tingkap berkat dibukakan buat mereka.
Kami ikut bersuka cita dan bersyukur, hari ini Tuhan karuniakan kepada mereka yang bertambah usianya. Semoga mereka selalu takut akan Engkau.
Tuhan, kiranya hari ini kami bersama-Mu, menikmati indahnya hidup bersama-Mu. Doa ini, kami panjatkan dalam nama Yesus Juru Selamat kami. Amin.
Selamat beraktivitas, Saudaraku yang baik. Salam sehat dan suka cita.